9 Alasan Mengapa Ada Penderitaan & Kesusahan

  1. Memaksa kita berpikir—mengingatkan kita bahwa kita mempunyai jiwa –jiwa yang kekal—jiwa yang akan hidup kekal dalam kebahagiaan atau kesengsaraan/penghukuman—itu jika kita belum bertobat dan percaya kepada Yesus Kristus.
  2. Mengajarkan kita bahwa ada dunia lain dibalik kuburan—bahwa dunia tempat kita sekarang adalah hanya tempat latihan untuk dunia berikutnya, yaitu surga kekal  di mana tubuh kita tidak dapat lagi membusuk, menderita, menangis, bersedih dan berdosa.
  3.  Membuat kita melihat kehidupan kita sebelumnya secara jujur, terbuka dan penuh kesadaran—apakah kita sudah berbeda dari sebelumnya? apakah kita sudah berubah lebih baik? Apakah kita sudah sungguh menyesali dosa-dosa kita? Apakah dosa kita sudah sungguh diampuni dan dihapuskan oleh darah Yesus Kristus? Apakah kita sudah siap dan tidak malu untuk berhadapan dengan Tuhan kita?
  4.  Membuat kita melihat kehampaan dunia inidan segala omong kosongnya dan ketidakmampuannya untuk memuaskan hati kita. Dunia ini tidak dapat memuaskan dan memberikan kita kebahagiaan sejati. Mencari kesenangan di dunia ini adalah usaha sia-sia yang berujung keputusasaan.
  5.  Mengingatkan kita akan Alkitab/Firman Tuhan—sebagai sumber kesehatan jiwa kita yang sering kita diabaikan, kita tidak sungguh-sungguh membacanya bahkan kita jarang membukanya. Akan tetapi, buku yang paling terhebat ini memiliki pengobatan-pengobatan mujarab untuk segala penyakit rohani/kejiwaan kita.
  6.  Membuat kita berdoa—untuk banyak orang, berdoa adalah hal yang paling susah atau menakutkan, atau bahkan banyak orang berdoa sebagai suatu ritual, kata-kata keluar dari mulut tanpa dipikirkan. Doa adalah alat untuk berkomunikasi orang percaya dengan Tuhan. Doa sering menjadi penerang jiwa kita pada waktu kita diperhadapkan dengan kesusahan ataupun penderitaan.
  7. Membuat kita bertobat dan putus dari kebiasaan-kebiasaan dosa kita—sering kali kalau kita mengabaikan atau tidak jelas mendengar peringatan Tuhan, maka Tuhan membiarkan kita mendengar betapa kerasnya cambukkanMya.
  8. Menarik orang lebih dekat pada Kristus—Banyak orang tidak dengan sungguh merasakan betapa besarnya pengorbanan Yesus di kayu salib untuk menanggung semua dosa mereka sampai tubuh mereka melemah dan tak berdaya di tempat tidur mereka. Mereka mengandalkan pada banyaknya doa yang diucapkan, kesalehan hidup mereka dan pengakuan mulut mereka untuk bisa masuk surga. Akan tetapi, pada waktu tubuh seseorang melemah, barulah teringat akan perlunya seorang juruselamat, pengampun, pendamai antara mereka dengan Bapa di surga.
  9. Membuat kita mengerti dan bersimpati terhadap masalah orang lain—secara natur, kita jauh di bawah standar karakter Yesus yang tidak hanya menyulurkan tangan untuk membantu, tetapi juga mempunyai hati untuk merasakan segala jenis penderitaan. Saya yakin tidak ada seorangpun yang bisa bersimpati seperti orang yang tidak mengalami masalah apalagi merasakan penderitaan seseorang yang telah menanggung sakit dan derita semua orang di dunia ini.

Ringkasannya: Tahanlah kerewelan, keluhan dan gerutu yang memberi kesempatan untuk tidak bersabar. Anggaplah kesakitan atau penderitaanmu sebagai berkat yang masih samar-samar atau masih setengah jalan—tetapi sebagai sesuatu hal yang baik dan menguntungkan, bukan jahat dan merugikan.

Tidak diragukan kalau kita lebih suka belajar hal-hal rohani yang gampang dan menggembirakan, tidak memukuli atau menghajar kita. Akan tetapi kita harus selalu yakin bahwa Tuhan tahu segalanya dan tahu bagaimana cara yang terbaik untuk mengajarkan kita. Pelajaran yang kita alami lewat penyakit atau penderitaan yang kelihatannya sempat membuat kita putus asa terkadang adalah pelajaran yang paling baik yang sangat berguna untuk pertumbuhan rohani kita.

 

The website J.C. Ryle Quotes shares the following from a tract Ryle wrote entitled “Christ in the Sick Room”. Diterjemahkan oleh Bpk. Hendra Wijaya. MBA

 

 

Tentang Alki Tombuku

Gembala GBIA Depok, Pengajar Alkitab, Konselor dan Konsultan Theologi dan Politik
Pos ini dipublikasikan di Kedewasaan Rohani, Theologi dan tag , . Tandai permalink.

Tinggalkan komentar